101 Hari Perjalanan



Saat itu pukul 11. Lima menit menjelang kepulanganmu. Kita berdiri di antara hilir mudiknya manusia. Kesempatan itu, entah akan menjadi yang pertama, atau seperti kekhawatiranku, itu adalah saat terakhir dari percakapan kita. 

Tapi cahaya matamu menegaskan harapan, matamu berbicara seolah kisah kita masih panjang. Di suatu hari pada penghujung Agustus, katamu.

-----

Jarak 101 hari perjalanan ternyata tidak mudah bagiku, tapi rasanya aku terus tumbuh. Aku tumbuh kian tinggi membumbung langit. Layaknya bunga anyelir yang kutanam di beranda. Ia terus tumbuh bersemi. Bahagia. 

Meski sesekali cuaca ekstrem menggugurkan daun-daunku. Suhu 36,4° membuat kering tanahku. Tapi  di suatu hari saat hujan turun, akar-akarku menguat, ia menumbuhkan kembali dedaunan kecilku dan membuat mekar bunga-bunganya. Lagi-lagi aku tumbuh.. Aku merekah..Di suatu hari saat hujan turun.. 

------

Ternyata kamu benar, kekhawatiran kadang dibutuhkan, tapi kita tidak bisa terus bergantung diri kepadanya. 

Di suatu hari saat hujan turun, katamu. 

Aku ingin kita terus tumbuh, baik itu kamu atau aku. 

Kita berdua.


Comments