Image source: pinterest
Hujan yang jatuh bertubi-tubi itu seperti namamu. Kutunggui ia meski seringkali yang kudapat hanyalah tubuh dingin dan gigil. Bunyimu.. tiap kali kuingat rasanya seperti suara gaduh petir memecah telinga. Meski kedatangannya yang membawa air langit tetap jua kupuja-puja.
Kemarin..kereta telah membawa pesan abadiku yang kusimpan dalam amplop coklat bertuliskan alamatmu. "Apakah kamu masih di sana? Duduk memandang gedung tua tempat banyak kereta tak lagi membawa kenangan-kenangan manusia."
Aku kembali.
Di tempat saat pertama kali kita bercerita tentang kesukaanmu bersepeda mengelilingi kota, tentang kesabaran para pemancing yang menenggelamkan setengah tubuhnya di sungai belantara, tentang sifat manusia yang bisa berubah tanpa aba, hingga tentang arti lukisanku yang menunggal dalam guratan banyak warna.
Aku kembali!
Apakah kamu masih di sana?
Apakah kamu masih di sana?
Jogja Lantai Dua, 16 November 2020
Comments
Post a Comment